Zainab
"Maaf, Blog ini telah rusak,,,, ana gak bisa posting lagi,,,, Gak bisa buat link,,, Silahkan kunjungi Blog baru ana "http://www.gevsox007.blogspot.in". Terima kasih atas perhatiannya,,,!!!
al-Ghazali adalah wanita luar biasa. Seperti Aisha Abd al-Rahman, tokoh asal
Mesir ini begitu gigih memperjuangkan persamaan hak kaum perempuan berdasarkan
keyakinannya, sesuai doktrin ajaran Islam yang benar. Oleh karenanya, sejarah
mencatat Zainab lebih dikenal sebagai aktivis Islam ketimbang cendekiawan
Islam.
Saat
menginjak usia remaja, Zainab aktif di organisasi Persatuan Kelompok Feminis
Mesir yang dibentuk oleh Huda Al-Sharawi tahun 1923. Namun tak lama dia
mengundurkan diri dari organisasi itu karena bersebarangan pendapat mengenai
perjuangan menuntut kesetaraan.
Dia
tidak setuju dengan ide-ide sekular tentang gerakan pembebasan perempuan. Meski
demikian, Al-Ghazali tetap menghormati Sharawi dan menyebutnya sebagai seorang
wanita yang memiliki komitmen dan keimanan yang baik. Saat usianya 18 tahun
(1936), dia mendirikan Asosiasi Wanita Muslim untuk mengorganisasi
kegiatan-kegiatan kaum perempuan yang sesuai norma-norma Islam dan ditujukan
untuk kepentingan-kepentingan Islam.
Umat
Islam berduka. Pada hari Rabu (3/8), dai dan aktivis terkemuka Zainab
Al-Ghazali, wafat dalam usia 88 tahun. Dia meninggalkan kenangan tak terlupakan
sepanjang aktivitasnya menjalankan dakwah Islam.
Zainab
al-Ghazali adalah wanita luar biasa. Seperti Aisha Abd al-Rahman, tokoh asal
Mesir ini begitu gigih memperjuangkan persamaan hak kaum perempuan berdasarkan
keyakinannya, sesuai doktrin ajaran Islam yang benar. Oleh karenanya, sejarah
mencatat Zainab lebih dikenal sebagai aktivis Islam ketimbang cendekiawan
Islam.
Dia
terlahir di wilayah Al-Bihira, Mesir pada 1917, dan merupakan keturunan dari
kalifah kedua Islam, Umar bin Khattab dan Hasan bin Ali bin Abi Thalib.
Ketika
masih berusia sangat muda, 10 tahun, Zainab Al-Ghazali telah memperlihatkan
kepandaian dan kelancarannya dalam berbicara di depan umum. Dan sepanjang
hidupnya, dia lantas membentuk dirinya sebagai orang yang berhasil belajar
secara otodidak. Ambisinya yang kuat dan tekadnya yang membara, membuatnya maju
untuk mencapai jenjang pendidikan tinggi, pada saat kaum wanita pada saat itu
jarang yang mengenyam pendidikan karena dianggap tabu.
Saat
menginjak usia remaja, Zainab aktif di organisasi Persatuan Kelompok Feminis
Mesir yang dibentuk oleh Huda Al-Sharawi tahun 1923. Namun tak lama dia
mengundurkan diri dari organisasi itu karena bersebarangan pendapat mengenai
perjuangan menuntut kesetaraan.
Dia
tidak setuju dengan ide-ide sekular tentang gerakan pembebasan perempuan. Meski
demikian, Al-Ghazali tetap menghormati Sharawi dan menyebutnya sebagai seorang
wanita yang memiliki komitmen dan keimanan yang baik. Saat usianya 18 tahun
(1936), dia mendirikan Asosiasi Wanita Muslim untuk mengorganisasi
kegiatan-kegiatan kaum perempuan yang sesuai norma-norma Islam dan ditujukan
untuk kepentingan-kepentingan Islam.
Zainab
Al-Ghazali selalu berusaha mengedepankan masalah keseimbangan antara hal-hal
yang bersifat religius dan modern. Ia mendapat pendidikan agama pertama kali
dari cendikiawan muslim terkemuka di Al-Azhar, Syeikh Ali Mahfuz dan Mhammad
al-Naggar.
Tidak
lama setelah ia mendirikan Asosiasi Wanita Muslim, Al-Ghazali langsung
melakukan sejumlah aksi dan mendapatkan dukungan dari Menteri Wakaf untuk
mendirikan 15 mesjid dan belasan mesjid lainnya yang dibiayai oleh masyarakat
umum.
Asosiasi
yang didirikannya melahirkan generasi dai-dai wanita yang mempertahankan status
perempuan dalam Islam serta meyakini bahwa agama mereka memberikan peluang
sebesar-besarnya bagi kaum perempuan untuk memainkan peranan penting di tengah
masyarakat, memiliki pekerjaan, masuk ke dunia politik dan bebas mengeluarkan
pendapatnya.
Dalam
sebuah wawancara tahun 1981, dia mengemukakan bahwa Islam telah memberikan
segalanya bagi kaum pria dan wanita. Islam memberikan kebebasan, hak ekonomi,
hak politik, hak sosial, maupun hak pribadi kepada kaum Muslimah. Islam
memberikan kaum wanita hak-hak tertentu di dalam keluarga yang tidak dimiliki
oleh komunitas lain. Para Muslimah harus mempelajari Islam sehingga mereka
mengetahui bahwa Islam telah memberikan segalanya kepadanya.
Zainab
juga meyakini bahwa Islam tidak pernah melarang kaum wanita untuk beraktivitas
di masyarakat, bekerja mencari nafkah, masuk ke dunia politik dan mengungkapkan
gagasan-gagasannya. Dia percaya Islam mengizinkan mereka untuk memiliki harta
benda, berusaha pada bidang perekonomian atau apapun kegiatan demi menunjang perkembangan
masyarakat Muslim. Meski begitu, dia berpendapat bahwa tugas utama seorang
wanita adalah menjadi ibu yang baik bagi anak-anaknya dan menjadi istri setiap
bagi suaminya. Jangan ada apapun yang menghalangi kaum wanita untuk tidak
menjalankan tugas yang satu ini.
Al-Ghazali
banyak dipengaruhi oleh pendiri Ihkwanul Muslimin, Syekh Hasan al-Banna. Ia
memegang teguh pandangannya bahwa tidak ada konflik antara agama dan politik.
Al-Ghazali adalah orang yang lantang mempertahankan syariah dan kerap menghadapi
masalah dengan rezim Mesir pada saat itu, Presiden Gamal Abdul Naser. Dia
mengalami hidup yang penuh siksaan dalam tahanan rezim itu.
Penjara
dan siksaan, tidak pernah mematahkan tekadnya bahkan membuatnya lebih kuat.
Zainab Al-Ghazali meninggalkan warisan berupa perjuangan membela Islam dan
reputasinya sebagai aktivis perempuan yang tanpa ragu melawan sekularisme dan
liberalisme dan menggantikannya dengan nilai-nilai Islam.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar